Tari Remo
Karya: Rizki Siddiq
Nugraha
Tari Remo
berasal dari Surabaya, Jawa Timur. Tarian ini berasal dari kecamatan Diwek,
desa Ceweng. Tari Remo diciptakan oleh warga yang berprofesi sebagai pengamen
tari sekitar abad ke 19. Tarian ini pada awalnya merupakan tarian yang digunakan
sebagai pengantar pertunjukan ludruk. Pada perkembangannya tarian ini sering
ditarikan secara terpisah sebagai sambutan atas tamu kenegaraan, ditarikan
dalam upacara-upacara kenegaraan, maupun dalam festival kesenian daerah. Tarian
ini menceritakan tentang perjuangan seorang pangeran dalam medan tempur. Akan
tetapi, pada perkembangannya tarian ini menjadi lebih sering ditarikan oleh
perempuan, sehingga memunculkan gaya tarian lain yang dikenal dengan tari Remo
Putri atau tari Remo gaya perempuan.
Sejarahnya,
tari Remo merupakan tari yang khusus dibawakan oleh penari laki-laki. Hal ini
berkaitan dengan lakon yang dibawakan dalam tarian tersebut. Pertunjukan tari
Remo umumnya menampilkan kisah pangeran yang berjuang dalam sebuah medan pertempuran.
Sehingga sisi kemaskulinan penari sangat dibutuhkan dalam menampilkan tari
Remo.
Berdasar pada
perkembangan sejarah tari Remo, dulu tari Remo merupakan tari yang digunakan
sebagai pembuka dalam pertunjukan ludruk. Seiring berjalan waktu, fungsi dari
tari Remo mulai beralih dari pembuka pertunjukan ludruk, menjadi tarian
penyambutan tamu, khususnya tamu-tamu kenegaraan. Selain itu, tari Remo juga
sering ditampilkan dalam festival kesenian daerah sebagai upaya untuk
melestarikan budaya Jawa Timur.
Karakteristik
paling utama dari tari Remo adalah gerakan kaki yang rancak dan dinamis.
Gerakan ini didukung dengan adanya lonceng-lonceng yang dipasang di pergelangan
kaki. Lonceng ini berbunyi saat penari melangkah atau menghentak. Selain itu,
karakteristik lain yakni gerakan selendang atau sampur, gerakan anggukan dan
gelengan kepala, ekspresi wajah, dan kuda-kuda penari membuat tarian ini
semakin atraktif.
Busana dari
penari Remo terdapat berbagai macam gaya, di antaranya gaya Surabayaan,
Sawunggaling, Malangan, dan Jombangan. Selain itu, terdapat pula busana khas
yang dipakai bagi tari Remo gaya perempuan.
Busana gaya
Surabayaan terdiri atas ikat kepala merah, baju tanpa kancing yang berwarna
hitam dengan gaya kerajaan pada abad ke-18, celana sebatas pertengahan betis
yang dikait dengan jarum emas, sarung batik pesisiran yang menjuntai hingga ke
lutut, setagen yang diikat di pinggang, serta keris menyelip di belakang. Penari
memakai dua selendang, satu dipakai di pinggang dan yang lain disematkan di
bahu, dengan masing-masing tangan penari memegang ujung selendang. Selain itu,
terdapat gelang kaki berupa kumpulan lonceng yang dilingkarkan pada pergelangan
kaki.
Busana gaya
Sawunggaling pada dasarnya sama dengan busana gaya Surabayaan, namun yang
membedakan yakni penggunaan kaus putih berlengan panjang sebagai ganti dari
baju hitam kerajaan.
Busana gaya
Malangan pada dasarnya juga sama dengan busana gaya Surabayaan, namun yang
membedakan pada celananya yang panjang hingga menyentuh mata kaki serta tidak
disemat dengan jarum.
Busana gaya
Jombangan pada dasarnya sama dengan gaya Sawunggaling, namun perbedaannya
adalah penari tidak menggunakan kaus tetapi menggunakan rompi.
Busana Remo
perempuan memiliki busana yang berbeda dari gaya Remo asli. Penari memakai
sanggul, memakai mekak hitam untuk menutup bagian dada, memakai rapak untuk
menutup bagian pinggang sampai ke lutut, serta hanya menggunakan satu selendang
saja yang disemat pada bahu.
Musik yang mengiringi
tari Remo adalah gamelan, yang biasanya terdiri atas bonang barung/babok,
bonang penerus, saron, gambang, gender, slentem siter, seruling, kethuk,
kenong, kempul, dan gong. Adapun jenis irama yang sering dibawakan untuk
mengiringi tari Remo adalah Jula-Juli dan Tropongan, namun dapat pula berupa
gending Walangkekek, Gedok Rancak, Krucilan, atau gending-gending kreasi baru.
Berkat nuansa
kemegahan yang ditampilkan dari gaya busana, irama gamelan yang mengiringi,
serta gerakan dinamis dan gagah dari tari Remo, membuat tarian ini terkesan
eksklusif dan menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Jawa Timur. Tari
Remo semula hanya ditarikan oleh satu orang penari saja, lambat laun kemudian
ditarikan pula oleh beberapa orang dalam sebuah pentas, yang menjadikan tari
Remo semakin indah karena memiliki pola koreografi tersendiri. Bahkan, di
beberapa kota di Jawa Timur, khususnya Jombang dan Surabaya, sering diadakan
Festival Remo Massal sebagai event tahunan,
di sisi lain juga untuk menarik minat wisatawan agar berkunjung ke kota
tersebut.
EmoticonEmoticon