Pendekatan Communicative Language
Teaching (CLT)
Karya: Rizki Siddiq
Nugraha
Umumnya communicative language teaching (CLT)
dikenal sebagai sebuah pendekatan pembelajaran, bukan sebagai metode
pembelajaran yang dilengkapi dengan prosedur pengajaran yang pasti. Konsep CLT
berfokus pada fungsi dan potensi dari suatu bahasa (Richards dan Rodgers,
2007). Sejumlah ahli menginterpretasikan pendekatan CLT dengan cara yang
beragam. Menurut Richards dan Rodgers (2007), keragaman interpretasi dari CLT
terjadi karena guru dan ahli tentang latar belakang serta tradisi yang berbeda
dapat mendefinisikan CLT secara berbeda sehingga menimbulkan interpretasi dan
adaptasi yang berbeda pula. Namun, ciri utama dari CLT adalah komunikasi sesuai
dengan yang diungkapkan oleh Finocchiaro dan Brumfit (1983) bahwa belajar
bahasa adalah belajar berkomunikasi.
Teori bahasa
yang mendasari CLT memandang bahasa sebagai komunikasi. Oleh karena itu, tujuan
utama dari CLT adalah mengembangkan kompetensi berkomunikasi (communicative competence). Empat
komponen kompetensi berkomunikasi yang diusulkan dalam pendekatan ini, sebagai
berikut:
1. Tata bahasa (grammatical)
Hal ini berkaitan dengan pengetahuan tentang kode bahasa, seperti tata
bahasa, kosakata, pelafalan, penulisan, dan sebagainya.
2. Sosiolinguistik (sociolinguistic)
Hal ini adalah penggunaan kode sosiokultural dari penggunaan bahasa
secara tepat dari kosakata, register, kesopanan, dan gaya bahasa pada konteks
tertentu.
3. Wacana (discourse)
Kemampuan untuk menggabungkan struktur bahasa menjadi bacaan yang
kohesif, seperti pidato atau puisi.
4. Strategi (strategic)
Pengetahuan mengenai strategi komunikasi, baik verbal maupun nonverbal,
yang membantu pelajar dalam mengatasi permasalahan komunikasi dan membuat
komunikasi menjadi lebih efisien.
Sejarah awal
kemunculan CLT merupakan suatu respons terhadap metode audiolingual. Lebih dari 30 dekade yang lalu, Finnocchhiaro dan
Brumfit (1983) telah membuat daftar perinci dan praktis mengenai fitur-fitur
dari CLT dan membandingkan dengan metode audiolingual
pada tabel berikut:
Aspek
|
Audiolingual
|
CLT
|
Aspek yang ditekankan
|
Lebih mengutamakan susunan dan
tata bahasa dibandingkan makna. Menuntut hafalan dialog yang berbasis tata
bahasa.
|
Makna dianggap yang terpenting.
|
Belajar bahasa dimaknai sebagai
belajar tata bahasa, suara, dan kata.
|
Pembelajaran bahasa merupakan
pembelajaran berkomunikasi.
|
|
Pengusaan bahasa dan kuantitas
input ditekankan.
|
Komunikasi efektif ditekankan.
|
|
Pelafalan mirip penutur asli
diutamakan.
|
Pelafalan yang mudah dipahami (comprehensible pronunciation)
diutamakan.
|
|
Tujuan pencapaian yang
diinginkan merupakan kompetensi linguistik.
|
Tujuan pencapaian yang
diinginkan merupakan kompetensi komunikatif.
|
|
Dalam hal ketetapan tata bahasa,
ketetapan merupakan tujuan utama.
|
Kelancaran dan keberterimaan
bahasa adalah tujuan utama, ketetapan dinilai bukan dari sudut pandang
abstrak, tetapi dalam konteks.
|
|
Kontekstualisasi
|
Unsur-unsur bahasa tidak perlu
dikontekstualisasikan.
|
Kontekstualisasi merupakan
premis dasar.
|
Teknik pengajaran
|
Drilling merupakan teknik utama.
|
Drilling bisa saja digunakan, tetapi bukan sebagai teknik utama.
|
|
Penjelasan tata bahasa
dihindari.
|
Mengakomodasi penjelasan apa
pun yang dapat membantu peserta didik bervariasi sesuai dengan usia, minat,
dan sebagainya.
|
Aktivitas yang komunikatif
hanya muncul setelah proses drilling dan
latihan yang keras.
|
Siswa didorong untuk
berkomunikasi dari awal.
|
|
Penerjemahan dilarang di level-level awal.
|
Penerjemahan mungkin saja
digunakan jika pelajar butuh.
|
|
Membaca dan menulis ditunda
sampai siswa menguasai berbicara.
|
Membaca dan menulis dapat
dimulai bahkan dari hari pertama jika diinginkan.
|
|
Sistem linguistik bahasa target
akan dipelajari melalui pembelajaran mengenai pola-pola sistem tersebut.
|
Cara terbaik mempelajari sistem
linguistik bahasa target, yaitu melalui proses berusaha berkomunikasi.
|
|
Bahasa merupakan kebiasaan jadi
kesalahan harus dihindari dalam keadaan apapun.
|
Bahasa dibentuk oleh individu
melalui uji coba.
|
|
Bahasa pengantar
|
Penggunaan bahasa ibu masih
dimaklumi pada saat tertentu.
|
Penggunaan bahasa ibu dilarang.
|
Urutan materi
|
Urutan unit hanya ditentukan
oleh kompleksitas bahasa.
|
Urutan unit ditentukan oleh
pertimbangan apapun yang menyangkut isi, fungsi, atau makna yang
mempertahankan minat.
|
Motivasi belajar
|
Motivasi intrinsik akan muncul
dari minat terhadap tata bahasa dari bahasa tersebut.
|
Motivasi intrinsik akan muncul
dari minat terhadap apa yang dikemukakan dalam bahasa tersebut.
|
Peran peserta didik
|
Peserta didik diharapkan
berinteraksi dengan sistem bahasa yang terkandung dalam materi-materi yang
sudah ditentukan.
|
Peserta didik diharapkan untuk
berinteraksi dengan orang lain, baik secara langsung, berpasangan, dalam tim,
maupun dalam bentuk tulisan.
|
Peran pengajar
|
Guru mengontrol peserta didik
dan mencegah mereka melakukan apapun yang bertentangan dengan teori.
|
Guru membantu peserta didik dengan
cara memotivasi mereka belajar bahasa.
|
Guru diharapkan menentukan
bahasa yang digunakan peserta didik.
|
Guru tidak dapat mengetahui
secara tepat bahasa apa yang akan digunakan oleh peserta didik.
|
Selain
perbandingan tersebut, Nunan (1991) mengungkapkan prinsip CLT secara ringkas.
Berikut adalah prinsip-prinsip CLT:
1. Belajar untuk berkomunikasi melalui interaksi dalam bahasa target
sangat ditekankan.
2. Teks autentik dikenalkan dalam situasi belajar.
3. Peserta didik diberi kesempatan untuk fokus, tidak hanya pada
bahasa, tetapi juga pada proses manajemen pembelajaran.
4. Siswa dibantu untuk meningkatkan pengalaman pribadi.
5. Pelajaran bahasa dihubungkan dengan kegiatan bahasa di luar kelas.
Brown (2015)
juga mengungkapkan ciri-ciri dari CLT, sebagai berikut:
1. Fokus pada semua komponen kompetensi berkomunikasi.
2. Teknik pengajaran didesain untuk mengajar siswa terlibat dalam
penggunaan bahasa yang pragmatis, autentik, dan fungsional untuk tujuan yang
bermakna.
3. Fokus pada kelancaran dari pemahaman dan produksi makna.
4. Peserta didik pada akhirnya harus menggunakan bahasa secara
produktif dan reseptif dalam konteks yang tanpa persiapan di luar kelas.
5. Peserta didik diberi kesempatan untuk fokus pada proses belajar
mereka dengan cara meningkatkan kesadaran mereka tentang gaya belajar dan
mengembangkan strategi pemahaman dan pengucapan/penulisan.
6. Peran guru sebagai fasilitator dan pemandu.
7. Siswa berpartisipasi aktif dalam proses belajar mereka.
Referensi
Brown,
H. D. (2015). Teaching by Principles.
New York: Pearson Education.
Finocchiaro,
M. B., & Brumfit, C. (1983). The
Functional-National Approach: from Theory to Practice. Oxford: Oxford
University Press.
Nunan,
D. (1991). Language Teaching Methodology:
A Textbook for Teachers. New York: Prentice-Hall.
Richards,
J., & Rodgers, T. (2007). Approaches
and Methods in Language Teaching. Cambridge: Cambridge University Press.
EmoticonEmoticon