Model
Pembelajaran Make a Match
Pembelajaran terpusat pada guru sampai saat ini masih menemukan beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut dapat dilihat pada saat berlangsungnya proses pembelajaran di kelas, interaksi aktif antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa jarang terjadi. Siswa kurang terampil menjawab pertanyaan atau bertanya tentang konsep yang diajarkan. Siswa kurang bisa bekerja dalam kelompok diskusi dan pemecahan masalah yang diberikan. Mereka cenderung belajar sendiri-sendiri. Pengetahuan yang didapat bukan dibangun sendiri secara bertahap oleh siswa atas dasar pemahaman sendiri. Karena siswa jarang menemukan jawaban atas permasalahan atau konsep yang dipelajari. Untuk itu, perlu disusun suatu model pembelajaran yang lebih komperhensif dan dapat mengaitkan materi teori dengan keadaan yang ada di lingkungan sekitarnya.
Model
pembelajaran kooperatif didasarkan falsafah bahwa manusia merupakan makhluk
sosial. Menurut Ibrahim Muslimin (2000, hlm. 2) “model pembelajaran kooperatif
merupakan model pembelajaran yang membantu siswa mempelajari isi akademik dan
hubungan sosial”. Ciri khusus pembelajaran kooperatif mencakup lima unsur yang
harus diterapkan, yang meliputi; saling ketergantungan positif, tanggung jawab
perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok.
Model
pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru. Model
pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan
adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai
tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika
memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta
memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan
kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan
keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Guna
meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas, guru menerapkan model
pembelajaran make a match. Model make a match atau mencari
pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa.
Anita Lie (2008, hlm. 56) menyatakan bahwa “model pembelajaran tipe make a match atau bertukar pasangan
merupakan teknik belajar yang memberi kesempatan siswa untuk bekerja sama
dengan orang lain. Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh
mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya,
siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.
Langkah-langkah
penerapan model pembelajaran make a match
dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.
Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa
konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan
bagian lainnya kartu jawaban.
2.
Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan
soal/jawaban.
3.
Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang
dipegang.
4.
Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan
kartunya. Misalnya: pemegang kartu yang bertuliskan nama tumbuhan dalam bahasa
Indonesia akan berpasangan dengan nama tumbuhan dalam bahasa latin (ilmiah).
5.
Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum
batas waktu diberi poin.
6.
Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan
kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan
mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama.
7.
Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa
mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
8.
Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa
lainnya yang memegang kartu yang cocok.
9.
Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan
terhadap materi pelajaran.
Kelebihan
dan kelemahan model pembelajaran tipe make
a match menurut Miftahul Huda (2013, hlm. 253-254) adalah:
a. Kelebihan
model pembelajaran make a match antara lain: (1) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik
secara kognitif maupun fisik; (2) karena ada unsur permainan, metode ini
menyengkan; (3) meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari
dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa; (4) efektif sebagai sarana
melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi; dan (5) efektif melatih
kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.
b. Kelemahan model pembelajaran make a match antara lain: (1) jika strategi ini
tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang terbuang; (2) pada
awal-awal penerapan metode, banyak siswa yang akan malu berpasangan dengan
lawan jenisnya; (3) jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak
siswa yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan; (4) guru harus hati-hati
dan bijaksana saat member hukuman pada siswa yang tidak mendapat pasangan,
karena mereka bisa malu; dan (5) menggunakan metode ini secara terus menerus
akan menimbulkan kebosanan.
Daftar
Pustaka
Huda,
M. (2013). Model-Model Pengajaran dan
Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Lie,
A. (2008). Cooperative Leraning. Jakarta:
PT Grasindo.
Muslimin, I. (2000). Pembelajaran
Kooperatif. Surabaya: University Press.
EmoticonEmoticon