Remedial Teaching
Karya: Rizki Siddiq
Nugraha
Pendidikan pada
masa lampau diartikan sebagai proses individual, bukan proses kelompok.
Pengajaran yang dilakukan oleh guru untuk peserta didik diselenggarakan secara
individual. Oleh karena itu, “siswa yang mendapat kesulitan belajar di sekolah
dan di rumah tidak terlalu menonjol sebab semuanya telah dapat dipecahkan oleh
gurunya pada saat berlangsungnya pengajaran di sekolah” (Wijaya, 2010, hlm.
45).
Berlainan
dengan realita, kala itu pada satu segi pengajaran di kelas dilakukan secara
individual, pada segi kurikulum masih dibuat secara umum, artinya kurikulum
yang disediakan tidak memuat program khusus yang diarahkan untuk kepentingan
pengembangan potensi perseorangan, sedangkan kenyataan di kelas sebaliknya.
Untuk menjembatani perebedaan-perbedaan dan kesenjangan tersebut diciptakan
pelayanan sistematis dan terarah untuk kepentingan penanggulangan kasus.
Pelayanan
tersebut bersifat mendadak dengan kurikulum juga dibuat secara mendadak,
kurikulum tersebut dikenal dengan istilah kurikulum muatan kecelakaan (accident prone curriculum). “Bantuan yang
diberikan berupa pelayanan untuk kepentingan individu yang mendapat kesulitan”
(Wijaya, 2010, hlm. 46).
Pada tahun
1930-an, pakar psikologi berpendapat bahwa kemampuan dapat diukur dan
pengelompokkan siswa dapat dilakukan, sehingga pengajaran klasikal dapat
diselenggarakan. Kurikulum sebagai sarana untuk mencapai tujuan dibuat sesuai
dengan kebutuhan individu dan kelompok. Konsekuensi logisnya, pada tahun
1940-an, program pendidikan dan pengajaran remedial
mulai terorganisasi melalui kebijakan-kebijakan pemerintah dan butir-butir
aspirasinya dimasukkan ke dalam Undang-Undang Pendidikan.
Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan remedial,
yakni sesuatu yang “berhubungan dengan perbaikan, pengajaran ulang bagi murid
yang belajarnya jelek, serta bersifat menyembuhkan” (Depdikbud, 1991, hlm.
831). Sedangkan teaching berarti “proses
perbuatan, cara mengajar, atau mengajarkan” (Depdikbud, 1991, hlm. 15). Menurut
Ahmadi dan Supriyono (1990, hlm. 145) “remedial
teaching adalah suatu bentuk pengajaran yang bersifat menyembuhkan atau
membetulkan dengan singkat pengajaran yang membuat menjadi baik”. Good (dalam
Sukardi, 2010, hlm. 228) menyatakan bahwa “class
remedial is a specially selected group of pupils in need of more intensive
instruction in some area education than is possible in the reguler classroom”.
Artinya, kelas remedial merupakan pengelompokkan siswa khusus yang dipilih,
yang memerlukan pengajaran lebih pada mata pelajaran tertentu daripada siswa
dalam kelas biasa. Sejalan dengan hal tersebut, Abdurrahman (dalam Hastuti,
2000, hlm. 1) menyatakan bahwa “remedial
teaching pada hakikatnya merupakan kewajiban bagi semua guru setelah mereka
melakukan evaluasi formatif dan menemukan adanya peserta didik yang belum
mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan”.
Berdasar pada
sejumlah pendapat tersebut, dapat ditarik garis besar bahwa remedial teaching adalah suatu bentuk
pengajaran khusus, yang ditujukan untuk menyembuhkan atau memperbaiki sebagian
atau seluruh kesulitan belajar yang dihadapi oleh peserta didik. Program remedial diharapkan dapat membantu
peserta didik yang belum tuntas untuk mencapai ketuntasan hasil belajar.
Dasar hukum
pelaksanaan remedial teaching
terdapat pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diberlakukan berdasarkan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 6 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan
Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Adapun ciri-ciri remedial teaching menurut Usman dan Setiawati (1993, hlm. 103-104),
sebagai berikut:
1. Dilakukan setelah diketahui kesulitan belajar dan kemudian
diberikan pelayanan khusus sesuai dengan jenis, sifat, dan latar belakang
peserta didik;
2. Remedial teaching
disesuaikan dengan kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik;
3. Metode yang digunakan bersifat diferensial sesuai dengan jenis,
sifat, dan latar belakang kesulitan belajar peserta didik;
4. Dilaksanakan melalui kerjasama berbagai pihak, baik guru,
pembimbing, konselor, maupun orangtua/wali murid;
5. Pendekatan dan teknik lebih diferensial disesuaikan dengan keadaan
siswa; dan
6. Alat evaluasi yang digunakan sesuai dengan kesulitan belajar yang
dihadapi siswa.
Menurut Warji
(1987, hlm. 34) tujuan remedial teaching
adalah “memberikan bantuan baik berupa perlakukan pengajaran maupun berupa
bimbingan dalam upaya mengatasi kasus-kasus yang dihadapi siswa”. Adapun tujuan
remedial teaching secara khusus, di
antaranya:
1. Agar siswa dapat memahami dirinya khususnya hasil belajarnya.
2. Dapat memperbaiki atau mengubah cara belajar ke arah yang lebih
baik.
3. Dapat memilih materi dan fasilitas belajar secara tepat.
4. Dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan yang dapat mendorong
tercapainya hasil yang lebih baik.
5. Dapat melaksanakan tugas-tugas belajar yang diberikan kepadanya.
6. Memperbaiki kelemahan atau kekurangan murid yang segera ditemukan sendiri
oleh siswa berdasarkan evaluasi yang diberikan secara kontinyu.
Remedial teaching memiliki sejumlah
macam fungsi dalam proses belajar mengajar menurut Hastuti (2000, hlm. 146),
antara lain:
1. Fungsi korektif
Remedial teaching dapat
dijadikan sebagai pembetulan atau perbaikan terhadap beberapa komponen yang
perlu diperbaiki. Adapun komponen yang perlu diperbaiki, yakni:
a. Sikap guru
terhadap siswanya yang kurang objektif;
b. Pelajaran
proses belajar mengajar termasuk strateginya;
c. Pilihan materi yang kurang sesuai atau terkadang dapat membuat
siswanya jenuh;
d. Cara penyampaian materi; dan
e. Cara pendekatan kepada siswa.
2. Pemahaman
Remedial teaching memungkinkan
tumbuhnya pemahaman guru terhadap siswa, sehingga guru dapat menyesuaikan diri
dengan siswa yang memiliki perbedaan kemampuan secara individual.
3. Penyesuaian
Melalui remedial teaching siswa
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga mendorong siswa untuk
belajar secara optimal agar mencapai hasil yang lebih baik.
4. Akselerasi
Remedial teaching dapat
membantu mempercepat penguasaan terhadap materi bagi peserta didik yang lambat
dalam menerima pemahaman materi yang disampaikan oleh guru.
5. Terapeutik
Remedial teaching dapat
menyembuhkan kondisi siswa yang mengalami hambatan atau kesulitan belajar.
Di dalam remedial teaching menurut Makmun (2003,
hlm. 236) terdapat tiga macam pendekatan yang digunakan, di antaranya:
1. Pendekatan yang bersifat
preventif
Pendekatan ini ditujukan kepada peserta didik tertentu yang berdasarkan
informasi diprediksikan akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan suatu
program tertentu yang akan ditempuh. Oleh karena itu, sasaran pokok dari
pendekatan ini adalah berupaya semaksimal mungkin agar hambatan-hambatan yang
diprediski tersebut dapat direduksi seminimal mungkin sehingga siswa yang
bersangkutan diharapkan dapat mencapai prestasi dan kemampuan penyesuaian
sesuai dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Pendekatan preventif
ini bertolak dari hasil pre-test atau evaluasi reflektif.
Atas dasar ini, maka ada tiga kemungkinan teknik layanan pengajaran yang
bersifat remedial, yaitu layanan pengajaran kelompok yang diorganisasikan
secara homogen, layanan pengajaran secara individual, dan layanan pengajaran
dilengkapi kelas khusus.
2. Pendekatan yang bersifat kuratif
Pendekatan ini diadakan mengingat kenyataannya ada sejumlah peserta
didik, bahkan mungkin seluruh anggota kelompok belajar tidak mampu menyelesaikan
program secara sempurna sesuai dengan kriteria keberhasilan dalam proses
belajar mengajar.
3. Pendekatan yang bersifat pengayaan atau pengukuhan
Pendekatan ini merupakan upaya yang dilakukan guru selama proses belajar
mengajar berlangsung. Sasaran pokok dari pendekatan ini adalah agar siswa dapat
mengatasi hambatan-hambatan atau kesulitan yang mungkin dialami selama proses
belajar mengajar berlangsung. Oleh karena itu, diperlukan peranan bimbingan dan
penyuluhan agar tujuan pengajaran yang telah dirumuskan tercapai.
Adapun beberapa
macam bentuk kegiatan dalam pelaksanaan remedial
teaching menurut Ahmadi dan Prasetyo (1997, hlm. 169), antara lain:
1. Mengajarkan kembali (reteaching)
Perbaikan dilakukan dengan jalan mengajar kembali bahan yang telah
dipelajari terhadap siswa yang masih belum menguasai pelajaran. Hal ini lebih
sering dilakukan oleh guru pada umumnya.
2. Tutorial
Tutorial yakni memberikan bimbingan pembelajaran dalam bentuk pemberian
bimbingan, bantuan, petunjuk, arahan, dan motivasi para peserta didik belajar
secara efektif dan efisien.
3. Memberikan pekerjaan rumah
Melalui pemberian pekerjaan rumah (PR), diharapkan siswa akan membuka
kembali catatannya kemudian mempelajarinya untuk menyelesaikan PR tersebut. Melalui
cari ini, siswa akan berusaha lebih memahami pelajaran tersebut, agar dapat mengerjakan
PR yang diberikan guru.
4. Diskusi kelompok
Remedial teaching dapat
dilakukan dengan cara diskusi kelompok yaitu dengan membentuk kelompok yang
terdiri atas 5-10 siswa, untuk mendiskusikan suatu masalah secara bersama-sama,
dan diharapkan melalui diskusi tersebut persoalan akan lebih mudah dipecahkan.
5. Penggunaan lembar kerja
Penyediaan lembar kerja untuk dikerjakan siswa di rumah, membuat siswa
untuk belajar kembali. Hal ini akan membuat siswa lebih memahami materi
pelajaran.
6. Penggunaan alat-alat audio visual
Remedial teaching dapat dilakukan
dengan menggunakan media. Media dapat membuat pelajaran lebih menarik dan lebih
mudah dipahami siswa. Adapun alat-alat audio visual yang dapat digunakan sebagai
sumber pengajaran, yaitu radio, tape
recorder, laboratorium, film bingkai, Over
Head Projector (OHP), dan sebagainya.
Remedial teaching sebagai salah satu
bentuk bimbingan belajar yang dapat dilaksanakan melalui prosedur, sebagai
berikut:
1. Meneliti kasus dengan permasalahannya sebagai titik tolak
kegiatan-kegiatan berikutnya;
2. Menentukan alternatif tindakan yang harus dilakukan;
3. Pemberian layanan khusus berupa bimbingan dan konseling;
4. Melakukan pengukuran kembali terhadap hasil belajar; dan
5. Melakukan re-evaluasi dan re-diagnostik.
Referensi
Ahmadi,
A., & Prasetyo, J. T. (1997). Strategi
Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.
Ahmadi,
A., & Supriyono, W. (1990). Psikologi
Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (1991). Kamus
Besar Bahasa Indonesia Edisi II. Jakarta: Balai Pustaka.
Hastuti,
S. (2000, hlm. 1). Pengajaran Remedial.
Yogyakarta: PT Mitra Gama Widya.
Makmun,
A. S. (2003). Psikologi Pendidikan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sukardi
(2010). Evaluasi Pendidikan Prinsip dan
Operasionalnya. Jakarta: Bumi Aksara.
Usman,
U., & Setiawati, L. (1993). Upaya
Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Warji,
I. (1987). Program Remedial dalam Proses
Mengajar. Yogyakarta: Liberty.
Wijaya,
C. (2010). Pendidikan Remedial Sarana
Pengembangan Mutu Sumber Daya Manusia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No 6 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan
Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
EmoticonEmoticon