Karakteristik Anak Autisme
Karya: Rizki Siddiq
Nugraha
Autis merupakan
gangguan perkembangan pada anak. Menurut Veskarisyanti (2008, hlm. 17) “dalam
bahasa Yunani dikenal kata ‘auto’
yang berarti diri sendiri ditujukan pada seseorang ketika menunjukkan gejala
hidup dalam dunianya sendiri atau mempunyai dunia sendiri”. Autisme pertama
kali ditemukan oleh Leo Kanner pada tahun 1943. Kanner mendeskripsikan gangguan
ini sebagai ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan
berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan bahasa yang tertunda, pembalikan
kalimat, adanya aktivitas repetitive dan
stereotype, rute ingatan yang kuat
dan keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan di dalam lingkungan.
Autisme
merupakan gangguan perkembangan yang secara umum tampak di tiga tahun pertama
kehidupan anak. “Gangguan ini berpengaruh pada komunikasi, interaksi sosial,
imajinasi, dan sikap” (Wright, 2007, hlm. 4). Menurut Yuwono (2009, hlm. 26)
“autis merupakan gangguan perkembangan neurobiologis yang sangat kompleks/berat
dalam kehidupan yang panjang, meliputi gangguan pada aspek interaksi sosial,
komunikasi, bahasa, perilaku, dan gangguan emosi serta persepsi sensori bahkan
pada aspek motorik”.
Berdasarkan
sejumlah definisi tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa autisme merupakan
suatu gangguan perkembangan pervasif yang secara menyeluruh mengganggu fungsi
kognitif dan mempengaruhi kemampuan bahasa, komunikasi, dan interaksi sosial.
Gangguan-gangguan dalam berkomunikasi, interaksi sosial, dan imajinasi sering
saling berkaitan.
Adapun
karakteristik lain dari penyandang autisme, sebagai berikut:
1. Kerusakan kualitatif dalam interaksi sosial yang dimanifestasikan
dengan setidak-tidaknya dua dari hal berikut:
a. Kerusakan yang dapat ditandai dari penggunaan beberapa perilaku
non verbal seperti tatapan langsung, ekspresi wajah, postur tubuh, dan gestur
untuk mengatur interaksi sosial.
b. Kegagalan untuk mengembangkan hubungan teman sebaya yang tepat
menurut tahap perkembangan.
c. Kekurangan dalam mencoba secara spontanitas untuk berbagi
kesenangan, ketertarikan, atau pencapaian dengan orang lain.
d. Kekurangan dalam timbal balik sosial atau emosional.
2. Kerusakan kualitatif dalam komunikasi yang dimanifestasikan pada
setidak-tidaknya satu dari hal berikut:
a. Penundaan dalam atau kekurangan penuh pada perkembangan bahasa.
b. Pada individu dengan bicara yang cukup, kerusakan ditandai dengan
kemampuan untuk memulai atau mempertahankan percakapan dengan orang lain.
c. Penggunaan bahasa yang berulang-ulang dan berbentuk tetap atau
bahasa yang aneh.
d. Kekurangan divariasikan, dengan permainan berpura-pura yang
spontan atau permainan imitasi sosial yang sesuai dengan tahap perkembangan.
3. Dibatasinya pola-pola perilaku yang berulang-ulang dan berbentuk
tetap, ketertarikan dan aktivitas, yang dimanifestasikan pada setidak-tidaknya
satu dari hal berikut:
a. Meliputi preokupasi dengan satu atau lebih pola ketertarikan yang
berbentuk tetap dan terhalang atau fokusnya abnormal.
b. Ketidakfleksibilitas pada rutinitas non fungsional atau ritual
yang spesifik.
c. Sikap motorik yang berbentuk tetap dan berulang.
d. Preokupasi yang tetap dengan bagian dari objek.
Menurut
Verkarisyanti (2008, hlm. 18) ada sejumlah gangguan pada anak penyandang
autisme, antara lain:
1. Komunikasi
Munculnya kualitas komunikasi yang tidak normal, ditunjukkan dengan (1)
kemampuan wicara tidak berkembang atau mengalami keterlambatan, (2) pada anak
tidak tampak usaha untuk berkomunikasi dengan lingkungan sekitar, (3) tidak
mampu untuk memulai suatu pembicaraan yang melibatkan komunikasi dua arah
dengan baik, dan (4) bahasa yang tidak lazim yang selalu diulang-ulang atau
stereotipik.
2. Interaksi sosial
Timbulnya gangguan kualitas interaksi sosial yaitu (1) anak mengalami
kegagalan untuk bertatap mata, menunjukkan bahwa yang tidak berekspresi, (2)
ketidakmampuan untuk secara spontan mencari teman untuk berbagi kesenangan dan
melakukan sesuatu bersama-sama, (3) ketidakmampuan anak untuk berempati, dan
mencoba membaca emosi yang dimunculkan oleh orang lain.
3. Perilaku
Aktivitas, perilaku, dan ketertarikan anak terlihat sangat terbatas.
Banyak pengulangan terus-menerus dan stereotipik seperti adanya suatu kelekatan
pada rutinitas atau ritual yang tidak berguna, misalnya kalau mau tidur harus
cuci kaki dulu, sikat gigi, pakai piyama, menggosokkan kaki di keset, baru naik
ke tempat tidur. Bila ada satu dari aktivitas di atas yang terlewat atau
terbalik urutannya, maka ia akan sangat terganggu dan menangis bahkan
berteriak-teriak minta diulang.
4. Gangguan sensoris
Sangat sensitif terhadap sentuhan, bila mendengar suara keras langsung
menutup telinga, senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda dan
tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut.
Adapun penyebab
autisme menurut Maulana (2007, hlm. 19), di antaranya:
1. Faktor neurobiologis
Gangguan neurobiologis pada susunan saraf pusat. Biasanya, gangguan ini
terjadi dalam tiga bulan pertama masa kehamilan, bila pertumbuhan sel-sel otak
di beberapa tempat tidak sempurna.
2. Masalah genetik
Faktor genetik juga memegang peranan kuat. Pasalnya, banyak manusia
mengalami mutasi genetik yang bisa terjadi karena cara hidup yang semakin
modern. Beberapa faktor yang juga terkait adalah usia ibu saat hamil, usia ayah
saat istri hamil, serta masalah yang terjadi saat kehamilan dan proses
melahirkan.
3. Masalah selama kehamilan dan kelahiran
Masalah pada masa kehamilan dan proses melahirkan memiliki resiko
autisme terutama yang terjadi pada masa delapan minggu pertama kelahiran. Ibu
yang mengonsumsi alkohol, terkena virus rubella, menderita infeksi kronis atau
mengonsumsi obat-obatan terlarang diduga mempertinggi resiko autisme. Proses
melahirkan yang sulit sehingga bayi kekurangan oksigen juga diduga berperan
dalam penyebab autisme.
4. Keracunan logam berat
Keracunan logam berat merupakan kondisi yang sering dijumpai ketika anak
dalam kandungan. Keracunan logam seperti timbal, merkuri, cadmium, spasma
infantile, rubella kongenital, sclerosis tuberosa, lipidosis serebral, dan
anomaly kromosom X. Racun dan logam berat dari lingkungan, berbagai racun yang
berasal dari pestisida, polutan udara, dan cat tembok dapat mempengaruhi
kesehatan janin.
5. Terinfeksi virus
Lahirnya anak autisme diduga dapat disebabkan oleh virus seperti
rubella, toxoplasmolis, herpes, jamur, nutrisi yang buruk, pendarahan, dan
keracunan makanan pada masa kehamilan yang dapat menghambat pertumbuhan sel
otak yang menyebabkan fungsi otak bayi yang dikandung terganggu terutama fungsi
pemahaman, komunikasi, dan interaksi.
Referensi
Maulana
(2007). Anak Autis, Mendidik Anak Autis
dan Gangguan Mental Lain Menuju Anak Cerdas dan Sehat. Yogyakarta: Ar-ruzz
Media Group.
Veskarisyanti,
G. A. (2008). 12 Terapi Autis Paling
Efektif & Hemat: Untuk Autisme, Hiperaktif, & Retardasi Mental.
Yogyakarta: Pustaka Anggrek.
Wright,
W. C. (2007). How to Life with Autism
& Aspeger Syndrome: Strategi Praktis Bagi Orangtua Anak Autis. Jakarta:
Dian Rakyat.
Yuwono,
T. (2009). Biologi Molekular.
Jakarta: Erlangga.
EmoticonEmoticon