Model Pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR)
Karya: Rizki Siddiq Nugraha
Model
pembelajaran auditory intellectually
repetition (AIR) merupakan pembelajaran yang berfokus pada interaksi antara
guru dan siswa. Pada model pembelajaran ini, guru berperan sebagai fasilitator,
alat indera digunakan siswa untuk membangun dan meningkatkan pengetahuannya.
Lebih lanjut
model pembelajaran auditory
intellectually repetition (AIR) dijelaskan sebagai berikut:
1. Auditory
Telinga kita terus menerus menangkap dan menyimpan informasi auditoris,
bahkan tanpa kita sadari belajar auditoris merupakan cara belajar standar bagi
masyarakat. Kunci belajar terletak pada artikulasi rinci. “Tindakan
mendeskripsikan sesuatu yang baru bagi kita akan mempertajam persepsi dan
memori kita tentangnya, ketika kita membaca sesuatu yang baru, kita harus
menutup mata dan kemudian mendeskripsikan dan mengucapkan apa yang telah dibaca”
(Meier dalam Huda, 2015, hlm. 289).
Gaya belajar auditorial adalah gaya belajar yang mengakses segala jenis
bunyi dan kata, baik yang diciptakan maupun diingat. Karena siswa yang
auditoris lebih mudah belajar dengan cara berdiskusi dengan orang lain, maka
guru sebainya melakukan hal-hal seperti (1) melaksanakan diskusi kelas, (2)
meminta siswa untuk presentasi, (3) meminta siswa untuk membaca teks dengan
keras, (4) meminta siswa untuk mendiskusikan ide secara verbal, dan (5)
melaksanakan belajar kelompok.
2. Intellectually
Menurut Meier (dalam Shoimin, 2014, hlm. 29) “intelektual bukanlah
pendekatan emosi, rasional, akademis, dan terkotak-kotak”. Intelektual
menunjukan apa yang dilakukan pembelajar dalam pikiran mereka secara internal
ketika mereka menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan
menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut.
Proses ini tidak berjalan dengan sendirinya. Proses tersebut dibantu oleh
faktor mental, fisik, emosional, dan intuitif. Inilah sarana yang digunakan pikiran
untuk mengubah pengalaman menjadi pengetahuan, pengetahuan menjadi pemahaman,
pemahaman menjadi kearifan.
Intellectually bermakna bahwa
belajar harus menggunakan kemampuan berpikir (mind-on), haruslah dengan konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakan
nalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengontruksi,
memecahkan masalah, dan menerangkan.
Untuk itu, seorang guru harus berusaha mengajak siswa terlibat dalam
aktivitas-aktivitas intelektual seperti (1) memcahkan masalah, (2) menganalisis
pengalaman, (3) mengerjakan perencanaan strategis, (4) melahirkan gagasan
kreatif, (5) mencari dan menyaring informasi, (6) merumuskan pertanyaan, (7)
menciptakan model mental, (8) menerapkan gagasan baru pada pekerjaan, (9)
menciptakan makna pribadi, dan (10) meramalkan implikasi suatu gagasan.
3. Repetition
Repetition atau repetisi
bermakna pengulangan. Pada konteks pembelajaran, hal ini merujuk pada
pendalaman, perluasan, dan pemantapan siswa dengan cara memberi tugas atau
kuis. Pengulangan dalam kegiatan pembelajaran dimaksudkan agar pemahaman siswa
lebih mendalam, disertai pemberian soal dalam bentuk tugas latihan atau kuis.
Melalui pemberian tugas, diharapkan siswa lebih terlatih dalam menggunakan
pengetahuan yang didapat dalam menyelesaikan soal dan mengingat apa yang telah
diterima. Sementara pemberian kuis dimaksudkan agar siswa siap menghadapi ujian
atau tes serta melatih daya ingat.
Pelajaran yang diulang akan memberi tanggapan yang jelas tidak mudah
lupa, sehingga siswa dapat dengan mudah memecahkan masalah. “Pengulangan
semacam ini dapat diberikan secara teratur, pada waktu-waktu tertentu, maupun
secara insidental jika dianggap perlu” (Slamet dalam Huda, 2015, hlm. 289-292).
Langkah-langkah
model pembelajaran auditory,
intellectually, repetition (AIR) dijabarkan sebagai berikut:
1. Siswa dibagi menjadi sejumlah kelompok, masing-masing kelompok
beranggotakan 4-5 orang.
2. Siswa mendengarkan dan memperhatikan penjelasan guru.
3. Setiap kelompok mendiskusikan tentang materi yang mereka pelajari
dan menuliskan hasil diskusi tersebut, untuk selanjutnya dipresentasikan di
depan kelas (auditory).
4. Saat diskusi berlangsung, siswa mendapat soal atau permasalahan
yang berkaitan dengan materi.
5. Masing-masing kelompok memikirkan cara menerapkan hasil diskusi
serta dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk menyelesaikan masalah (intellectually).
6. Setelah selesai diskusi, siswa mendapat pengulangan materi dengan
cara mendapatkan tugas atau kuis untuk tiap individu (repetition).
Adapun
kelebihan dari model pembelajaran auditory,
intellectually, repetition (AIR) menurut Shoimin (2014, hlm. 29-30), antara
lain:
1. Siswa lebih berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan lebih
sering mengekspresikan idenya.
2. Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan
pengetahuan dan keterampilan secara komperhensif.
3. Siswa dengan kemampuan rendah dapat merespons permasalahan dengan
cara mereka sendiri.
4. Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau
penjelasan.
5. Siswa memiliki pengalaman untuk menemukan sesuatu dalam menjawab
permasalahan.
Sedangkan kelamahan model
pembelajaran auditory, intellectually,
repetition (AIR) menurut Shoimin (2014, hlm. 31), di antaranya:
1. Membuat dan menyiapkan masalah yang bermakna bagi siswa tidaklah
mudah.
2. Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami oleh siswa sangat
sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam merespons
permasalahan yang diberikan.
3. Siswa dengan kemampuan tinggi dapat merasa ragu atau mencemaskan
jawaban mereka.
Referensi
Huda,
M. (2015). Model-Model Pengajaran dan
Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Shoimin,
A. (2014). 68 Model Pembelajaran Inovatif
dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
EmoticonEmoticon