Sikap Sopan Santun
Karya: Rizki Siddiq
Nugraha
Perilaku sopan
mencerminkan perilaku diri sendiri, karena sopan memiliki arti hormat dan
tertib menurut adat. Menurut Oetomo (2012, hlm. 20) “sopan adalah sikap hormat
dan beradab dalam perilaku, santun dalam tutur kata, budi bahasa, dan kelakuan
yang baik sesuai dengan adat istiadat dan budaya setempat yang harus kita
lakukan”. Sedangkan Mustari (2014, hlm. 129) mengartikan santun sebagai “sifat
yang halus dan baik hati dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang”.
Berdasar
pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa sopan santun adalah sifat lemah
lembut yang dimiliki oleh setiap orang yang dilihat dari sudut pandang bahasa
maupun tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari. Sopan santun dapat
diartikan sebagai perilaku seseorang yang menjunjung tinggi nilai-nilai,
menghormati, menghargai, dan berakhlak mulia. Sopan santun dapat dianggap
sebagai norma tidak tertulis yang mengatur bagaimana seharusnya kita bersikap
atau berperilaku.
Sikap sopan
santun menurut Zuriah (2008, hlm. 84) adalah “sikap dan perilaku yang tertib
sesuai dengan adat istiadat atau norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat”.
Norma sopan santun merupakan suatu peraturan hidup yang timbul dari pergaulan
sekelompok orang. Norma kesopanan bersifat relatif, artinya apa yang dianggap
sebagai norma kesopanan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, dan waktu.
Indikator sikap
sopan santun menurut Wahyudi dan Arsana (2014, hlm. 295), di antaranya:
1. Menghormati orang yang lebih tua.
2. Menerima segala sesuatu selalu dengan menggunakan tangan kanan.
3. Tidak berkata-kata kotor, kasar, dan sombong.
4. Tidak meludah di sembarang tempat.
5. Memberi salam setiap berjumpa dengan guru.
6. Menghargai pendapat orang lain.
Menurut
Damayanti (2012, hlm. 104-105) terdapat banyak cara untuk dapat mengajari anak
menjadi lebih sopan santun terhadap orang lain, yakni:
1. Beri kesempatan pada anak untuk mengungkapkan masalahnya.
2. Tidak memaksa anak untuk meminta maaf.
3. Tumbuhkan empati pada diri anak.
4. Berikan dorongan.
5. Kenalkan aneka cara meminta maaf.
6. Beri toleransi waktu.
Sedangkan menurut Levinson (dalam
Prayitno, 2011, hlm. 32) derajat kesantunan dalam bertutur atau biasa disebut
sopan santun dapat dilakukan dengan strategi berikut:
1. Pakailah ujaran tidak langsung.
2. Pakailah ujaran berpagar.
3. Tunjukkan dengan pesimisme.
4. Minimalkan paksaan.
5. Berikan penghormatan kepada orang lain.
6. Mintalah maaf.
7. Pakailah bentuk impersonal.
8. Ujarkan tindak tutur melalui ketentuan yang bersifat umum.
Sikap sopan
santun merupakan suatu sikap yang sangat perlu dimiliki oleh setiap orang.
Apabila seseorang tersebut tidak memiliki sikap sopan santun, maka ia akan
dijauhi oleh orang-orang di sekitarnya. Akan tetapi, seiring dengan
perkembangan zaman dan teknologi, sikap sopan santun semakin luntur. Banyak
orang dewasa bahkan anak-anak yang mengikuti gaya trend budaya asing. Sehingga dalam hal ini perlu ditanamkan sikap
sopan santun agar mereka dapat berperilaku sopan dan berkata santun pada setiap
orang.
Di dalam
menanamkan sikap sopan santun tersebut, tentunya terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi penanaman sikap sopan santun. Menurut Mahfudz (dalam Rusmini,
2012, hlm. 7) bahwa kurangnya sopan santun pada anak disebabkan oleh sejumlah
hal. Sehingga dalam hal ini sangat mempengaruhi penanaman sikap sopan santun,
antara lain:
1. Anak tidak mengerti aturan yang ada, atau ekspektasi yang
diharapkan dari dirinya jauh melebih apa yang dapat mereka cerna pada tingkatan
perkembangan mereka saat itu.
2. Anak ingin melakukan hal-hal yang diinginkan dan kebebasannya.
3. Anak cenderung meniru perbuatan orang tua.
4. Adanya perbedaan perlakuan di sekolah dan di rumah.
5. Kurangnya pembiasan sopan santun yang harus diajarkan oleh orang
tua sejak dini.
Dengan demikian, perlu adanya
penanaman sikap sopan santun supaya anak-anak dapat bersikap sopan dan berkata
santun pada semua orang, terutama pada orang yang lebih tua darinya.
Referensi
Damayanti,
N. (2012). Buku Pintar Panduan Bimbingan
Konseling. Yogyakarta: Araska.
Mustari,
M. (2014). Nilai Karakter Refleksi untuk
Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.
Oetomo,
H. (2012). Pedoman Dasar Pendidikan Budi
Pekerti. Jakarta: PT Prestasi Pustakarya.
Prayitno,
H. J. (2011). Kesantunan Sosiopragmatik.
Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Rusmini
(2012). Peran Guru dalam Menanamkan
Karakter Sopan Santun Siswa di SDN Teluk Dalam 12 Banjarmasin. (Tesis).
Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat.
Wahyudi,
D., & Arsana, I. M. (2014). Peran Keluarga dalam Membina Sopan Santun Anak
di Desa Galis Kecamatan Galis Kabupaten Pamekasan. Jurnal Kajian Moral dan Kewarganegaraan, 1(2), hlm. 290-304.
Zuriah,
N. (2008). Pendidikan Moral & Budi
Pekerti dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara.
EmoticonEmoticon