Baca Tulis Al-Quran (BTQ)
Karya: Rizki Siddiq
Nugraha
Kurikulum
pendidikan tidak membatasi pembelajaran hanya pada jam-jam aktif pembelajaran.
Di luar jam pembelajaran, kegiatan tambahan yang dilakukan pihak sekolah
sebagai upaya untuk menyalurkan bakan minat siswa ataupun untuk membantu siswa
yang mempunyai kesulitan dalam pelajaran. Kegiatan ini lebih dikenal dengan
ekstrakurikuler.
Baca Tulis
Al-Quran (BTQ) merupakan kajian pembelajaran tentang bagaimana cara membaca dan
menulis Al-Quran dengan baik dan benar. Untuk itu, BTQ termasuk dalam kegiatan
keagamaan yang khusus mengkaji cara membaca dan menulis Al-Quran.
Program
ekstrakurikuler yang diselenggarakan di sekolah berbeda satu sama lainnya, hal
ini karena disesuaikan dengan kebutuhan pada siswanya. Seperti halnya
ekstrakurikuler BTQ diselenggarakan karena pihak sekolah melihat keadaan
siswanya yang memerlukan pendidikan yang terampil dalam membaca dan menulis
Al-Quran ataupun sekolah melihat bahwa perlunya ekstrakurikuler BTQ sebagai
wadah penyalur bakan dan minat siswa dalam mengembangkan baca tulis Al-Quran.
Dengan demikian, ekstrakurikuler BTQ merupakan kegiatan tambahan di luar jam
aktif pembelajaran yang diselenggarakan sekolah sebagai wadah penyaluran bakat
dan minat siswa, serta menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia siswa
yang berkaitan dengan keterampilan membaca dan menulis Al-Quran yang sesuai
dengan kaidah membaca dan menulis Al-Quran yang benar.
Di dalam
pembelajaran membaca Al-Quran, perlu adanya metode yang tepat agar tujuan
pembelajaran membaca Al-Quran dapat tercapai dengan tepat dan lancar. Menurut
Syarifuddin (2004, hlm. 81) metode-metode yang digunakan, antara lain:
1. Guru membaca terlebih dahulu kemudian disusul anak atau siswa.
Dengan metode ini guru dapat menerapkan cara membaca huruf dengan benar melalui
lidahnya. Sedangkan anak atau siswa akan dapat melihat dan menyaksikan langsung
praktik keluarnya huruf dari lidah guru untuk ditirukannya.
2. Siswa membaca di depan guru, sedangkan guru menyimaknya. Metode ini
dikenal dengan metode sorogan atau ardul
qira’ah (setoran bacaan).
3. Guru mengulang-ulang bacaan, sedangkan siswa menirukannya kata per
kata dan kalimat per kalimat juga secara berulang-ulang hingga terampil dan
benar.
Mengenai
cakupan materi, ini merupakan langkah yang harus diperhatikan dalam rangka
menyampaikan materi yang akan diajarkan. Pada prinsipnya dalam pembelajaran
diharuskan adanya cakupan materi sebagai bahan yang harus diajarkan kepada
siswa. Pada prinsipnya pembelajaran BTQ dibagi menjadi dua hal yang pokok yaitu
pembelajaran keterampilan membaca dan pembelajaran keterampilan menulis
Al-Quran.
Keterampilan
yang diharapkan dalam materi membaca Al-Quran menurut Lutfi (2009, hlm. 92)
antara lain siswa mampu:
1. Melafalkan surat-surat tertentu dalam Juz Amma sebagai tahap awal membaca.
2. Membaca huruf-huruf hijaiyah sesuai makhrojnya.
3. Membaca Al-Quran dengan baik dan benar sesuai kaidah ilmu tajwid.
Sedang keterampilan yang
diharapkan dalam menulis Al-Quran menurut Lutfi (2009, hlm. 92) siswa mampu:
1. Menulis huruf-huruf hijaiyah secara terpisah dan tanda bacanya.
2. Menulis huruf-huruf hijaiyah secara tersambung dan tanda bacanya.
3. Menulis surat-surat Juz Amma sesuai
tanda bacanya.
Berdasar
kesemuaan hal yang telah dibahas sebelumnya, dapat diketahui bahwa aktivitas
ekstrakurikuler BTQ adalah kegiatan yang melibatkan jasmani dan rohani siswa
untuk mempelajari baca-tulis Al-Quran. Kegiatan ekstrakurikuler BTQ
dilaksanakan dengan berbagai metode pengajaran dan cakupan materi yang akan
diajarkan. Dengan penggunaan metode yang efektif akan meningkatkan keaktifan
siswa dalam mengikuti pembelajaran ekstrakurikuler BTQ. Melalui keaktifan,
siswa berinteraksi dengan lingkungan belajarnya, sehingga melalui dirinya
sendiri, siswa akan mendapatkan pengalaman yang baru dalam dirinya.
Referensi
Lutfi,
A. (2009). Pembelajaran Al-Quran dan
Hadists. Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam Depag RI.
Syarifuddin,
A. (2004). Mendidik Anak, Membaca,
Menulis, dan Mencintai Al-Quran. Jakarta: PT Gema Insani.
EmoticonEmoticon