Kesiapan Belajar
Karya: Rizki Siddiq
Nugraha
Kesiapan adalah
keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberi respons atau
jawaban di dalam cara tertentu terhadap suatu situasi. “Penyesuaian kondisi
pada suatu saat akan berpengaruh atau kecenderungan untuk memberi respons”
(Subini, dkk., 2012, hlm. 88). Di dalam hal ini kesiapan belajar merupakan
keadaan awal siswa dalam memberi respons awal pada pembelajaran.
Keadaan fisik,
mental, dan emosional merupakan aspek yang sangat berpengaruh terhadap tingkat
kesiapan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Senada dengan pendapat
Suryabrata (1998, hlm. 232) bahwa “kesiapan sebagai persiapan untuk bertindak (ready to act)”. Dengan demikian,
kesiapan merupakan perwujudan dari kematangan baik secara fisik, mental, maupun
emosional untuk mengikuti kegiatan pembelajaran yang aktif dan mampu menjawab
pertanyaan yang diberikan.
Keadaan dan
kemauan siswa untuk memahami materi ajar turut mempengaruhi siswa dalam
mempersiapkan diri. Menurut Darsono, dkk. (2000, hlm. 27) faktor kesiapan
belajar meliputi:
1. Kondisi fisik yang tidak kondusif, misalnya sakit yang pasti akan
mempengaruhi faktor-faktor lain yang dibutuhkan untuk belajar.
2. Kondisi psikologis yang kurang baik, misalnya gelisah, tertekan.
Hal ini merupakan kondisi awal yang tidak menguntungkan bagi kelancaran
belajar.
Adapun menurut Djamarah (2002,
hlm. 35) faktor-faktor kesiapan meliputi:
1. Kesiapan fisik, misalnya tubuh tidak sakit (jauh dari gangguan
lesu, mengantuk, dan sebagainya).
2. Kesiapan psikis, misalnya ada hasrat untuk belajar, dapat
berkonsentrasi, dan ada motivasi intrinsik.
3. Kesiapan materiil, misalnya ada bahan yang dipelajari atau
dikerjakan berupa buku bacaan, catatan, dan lain-lain.
Pada prinsipnya
kesiapan belajar meliputi kesiapan siswa secara keseluruhan dengan segenap
kemampuan yang telah dikuasainya. Keadaan fisik, mental, dan emosional
berkaitan erat dengan pengalaman yang dimiliki siswa. Slameto (2013, hlm. 113)
mengemukakan beberapa prinsip kesiapan meliputi:
1. Semua aspek perkembangan berinteraksi (saling berpengaruh).
2. Kematangan jasmani dan rohani adalah perlu untuk memperoleh manfaat
dari pengalaman.
3. Pengalaman-pengalaman mempunyai pengaruh yang positif terhadap
kesiapan.
4. Kesiapan dasar untuk kegiatan tertentu terbentuk dalam periode
tertentu selama masa pembentukan dalam masa perkembangan.
Kesiapan
belajar siswa memiliki tingkatan yang berbeda-beda tergantung dari keadaan
fisik, mental, dan emosionalnya. Keadaan fisik mempengaruhi tingkat kematangan
berpikir dan berperilaku. Usia perkembangan juga merupakan aspek yang
membedakan tingkat kematangan siswa.
Ada yang
dinamakan dengan hukum kesiapan (the law
of readiness). Hukum ini menjelaskan tentang adanya hubungan antara
kesiapan (readiness) seseorang dalam
merespons, menerima, atau menolak terhadap stimulan yang diberikan. Aplikasi
hukum ini dalam konteks belajar dan pembelajaran adalah bahwa pembelajaran
dapat berlangsung secara efektif dan efisien apabila peserta didik memiliki
kesiapan belajar. Sebagai implikasinya, menurut Gintings (2012, hlm. 19) ada
empat kemungkinan yang dapat terjadi dalam proses pembelajaran yakni:
1. Seseorang diberi stimulan ketika belum siap menerimanya. Hasilnya
orang tersebut tidak akan memberikan respons yang diharapkan dan tidak
memberikan kepuasan kepada dirinya sendiri. Contoh dalam pembelajaran adalah
pemberian ujian kepada siswa tanpa pemberitahuan terlebih dahulu sehingga
mereka tidak siap untuk melakukannya. Hasilnya siswa tidak mengerjakan ujian
tersebut dengan serius dan akan menimbulkan kekecewaan dalam diri siswa.
2. Seseorang diberi stimulan ketika benar-benar siap untuk
menerimanya. Hasilnya orang tersebut akan memberikan respons positif yang
diharapkan dan memberikan kepuasan kepada dirinya sendiri. Contoh dalam pembelajaran
tersebut adalah penyelenggaraan praktik ketika siswa telah siap mengerjakannya
karena telah menguasai berbagai pengetahuan dan keterampilan yang mendasari
praktik tersebut, hasilnya siswa tersebut akan melakukan kegiatan praktik
tersebut dengan serius dan semangat.
3. Seseorang tidak diberikan stimulan ketika telah bersiap untuk
menerimanya. Hasilnya orang tersebut akan merasa kecewa dalam dirinya. Contoh
dalam pembelajaran ketika siswa sudah bersiap-siap di kelas untuk mengikuti
pelajaran, tetapi guru yang seharusnya mengajar saat itu karena suatu alasan
tidak hadir. Akibatnya timbul kekecewaan dalam diri siswa dan memungkinkan akan
meresponsnya dengan melakukan hal-hal negatif seperti membuat keributan di
kelas tersebut sebagai respons negatif.
4. Seseorang tidak diberi stimulan ketika tidak siap untuk
menerimanya. Hasilnya orang tersebut akan memberikan respons positif yang tidak
diharapkan dan memberikan kepuasaan kepada dirinya sendiri. Contoh dalam
pembelajaran adalah pembatalan tes ketika siswa belum siap untuk melakukannya.
Hasilnya siswa merasa lega. Contoh lain adalah ketika siswa telah lesu pada jam
pelajaran terakhir, pelajaran ketika itu ditiadakan karena ada rapat guru.
Siswa akan merasa gembira dan menyambutnya dengan antusias walaupun sebenarnya
mereka telah kehilangan sebagian waktu pendidikan yang seharusnya mereka terima
dari sekolah.
Referensi
Darsono,
dkk. (2000). Belajar dan Pembelajaran.
Semarang: IKIP Semarang Press.
Djamarah,
S. B. (2002). Rahasia Sukses Belajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Gintings,
A. (2012). Esensi Praktis Belajar dan
Pembelajaran. Bandung: Humaniora.
Slameto
(2013). Belajar dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Subini,
N., dkk. (2012). Psikologi Pembelajaran.
Yogyakarta: Mentari Pustaka.
Suryabrata,
S. (1998). Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
EmoticonEmoticon